MODAL SOSIAL SEBAGAI
ASPEK PENTING DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH DI KOTA BADUNG PROVINSI BALI
(Studi pada Strategi
Pembangunan di Kota Badung, Provinsi Bali)
Untuk
memenuhi tugas kelompok mata kuliah Kebijakan Pembangunan Perkotaan kelas G
yang diampu oleh Bapak Mohammad Said, S.Sos., MAP
Diyan
Wahyuningtias (135030100111068)
Muhammad
Iqbal Ramadhan (135030101111032)
Fahmi
Prasetya Nugraha (135030107111114)
Sutri
Widodo (135030107111109)
Novita
Desy (135030107111055)
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pembangunan merupakan suatu upaya yang
dilakukan secara sadar dan terencana untuk menciptakan kondisi atau keadaan
yang lebih baik dari keadaan sekarang. Namun konsepsi pembangunan sesungguhnya
tidak perlu dihubungan dengan aspek-aspek spasial. Pembangunan yang sering
dirumuskan melalui kebijakan ekonomi dalam banyak hal membuktikan keberhasilan.
Hal ini antara lain dapat dilukiskan dinegara-negara seperti Singapura,
Hongkong, Australia, dan negara-negara maju lain. Kebijakan ekonomi di
negara-negara tersebut umumnya dirumuskan secara konsepsional dengan melibatkan
aspek sosial, dan politik. Sehingga hasil-hasil pembangunan dapat dinikmati
oleh seluruh masyarakat. Aspek spasial walaupun bukan aspek utama namun adalah
aspek penting sebagai dasar pengambilan keputusan dan perumusan kebijakan
pembangunan.
Indonesia yang berkomitmen
melalui otonomi daerah tentunya akan membawa konsekuensi pada kebijakan
pembangunan wilayah dari masing-masing daerah. Kota sebagai salah satu objek
pembangunan memiliki peran penting dalam pembangunan sebuah wilayah.
Perencanaan pembangunan wilayah dimaksudkan agar setiap wilayah dapat
melaksanakan pembangunannya berdasarkan potensi yang dimiliki. Pembangunan
wilayah harus menempatkan aspek sosial dan lingkungan bukan saja sebagai
kerangka dasar tetapi juga memprioritaskannya sebagai tujuan secara umum.
Masalah umum yang sering muncul pada
pembangunan khususnya pembangunan perkotaan dan juga pembangunan wilayah adalah
kesenjangan. Selama ini pelaksanaan pembangunan perkotaan menitik beratkan pada
pembangunan ekonomi masyarkatnya. Pembangunan yang hanya berfokus pada ekonomi
ini lambat laun akan menciptakan kesenjangan sosial. Kesenjangan sosial
menyangkut terabaikannya pembangunan sumber daya sosial yang akan menyebabkan
lemahnya modal sosial seperti kurang rasa percaya, jaringan kerja, ataupun
norma untuk membangun transaksi ekonomi yang efisien. Tanpa modal sosial
aktivitas ekonomi akan mengalami kemundurunan dan sumber daya alam akan
mengalami ancaman kerusakan. Begitu juga sebaliknya.
Salah satu pembangunan perkotaan dan
wilayah yang menarik untuk menjadi suatu topik pembahasan adalah pembangunan
perkotaan di kota Badung Provinsi Bali. Kota ini merupakan kota yang
mengandalkan aspek pariwisata dengan modal sosial dan budayanya untuk melakukan
pembangunan. Sehingga Badung terkenal dengan destinasi wisatanya. Dengan modal good will tersebut Badung melakukan
pembangunan wilayah dari segala aspek kehidupan seperti pembangunan
infrasturkrur maupun suprastruktur. Berdasarkan latar belakang, maka kelompok
kami tertarik untuk mengambil judul “Modal
Sosial Sebagai Aspek Penting dalam Pembangunan Wilayah di Kota Badung Provinsi
Bali“
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1.
Bagaimana
Perkembangan Kota Badung ?
2.
Bagaimana
Strategi Pembangunan Kota Badung ?
3.
Bagaimana
Modal Sosial menjadi Aspek Penting Pembangunan Kota Badung ?
4.
Apa
saja Wujud Pembangunan di Kota Badung ?
1.3
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang ada,
maka tujuan penelitian adalah :
1.
Untuk
mengetahui perkembangan Kota Badung, Provinsi Bali.
2.
Untuk
mengetahui strategi pembangunan Kota Badung, Provinsi Bali.
3.
Untuk
mengetahui bagaimana modal sosial menjadi aspek penting pembangunan Kota
Badung.
4.
Untuk
mengetahui wujud pembangunan di Kota Badung.
1.4
Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini
dibagi menjadi dua yakni :
1.
Manfaat
Akademis
Manfaat dari segi akademis adalah dapat
membantu sivitas akademika yang ingin mengetahui tentang bagaimana modal sosial
menjadi aspek penting dalam pembangunan wilayah di Kota Badung, Provinsi Bali.
2.
Manfaat
Praktis
Penyusun berharap agar penelitian ini
dapat memberikan sumbangan informasi terkait dengan pembangunan di kota Badung
dan modal sosial sebagai suatu aspek penting pelaksanaan pembangunan di Kota
Badung.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Perkembangan Wilayah
Menurut Parr (1999), perkembangan
wilayah senantiasa disertai dengan perubahan struktural. Pada Pertumbuhan dan
perkembangan suatu wilayah merupakan suatu proses kontinu sebagai hasil dari
berbagai pengambilan keputusan di dalam ataupun yang mempengaruhi suatu
wilayah. Proses yang terjadai sangat kompleks, melibatkan aspek ekonomi, aspek
sosial, lingkungan, dan poltik (pemerintah) sehingga hakikatnya merupakan suatu
“sistem” pembangunan wilayah yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Teori sektor
diadopsi dari Fisher dan Clark yang mengemukakan bahwa berkembang wilayah, atau
perekonomian nasional, dihubungakan dengan transformasi struktur ekonomi dakam
tiga sektor utam, yakni prime (pertanian, kehutanan, perikanan), sekunder
(pertambangan, manufaktur, konstruksi, utilitas public), dan tersier
(perdagangan, transportasi, keuangan, jasa) perkembangan ditandai oleh
penggunaan sumber daya-dan manfaatnya- yang menurun di sektor tersier, dan
meningkat hingga pada suatu tingkat tertentu di sektor sekunder.
Secara
umum, sejarah pembangunan dan perkotaan dapat dibagi menjadi empat fase yakni
(1) zaman purba, (2) fase pertanian tradisional, (3) fase perkotaan
tradisional, (4) fase industri modern. Transisi dari fase perkotaan tradisional
ke fase industri modern berkaitan erat dengan perubahan struktuk ekonomi, yaitu
dorongan proses transformasi ekonomi dari sektor pertanian (primer) dengan
produktivitas rendah di wilayah pedesaan menuju sektor industri (sekunder) dan
jasa (tersier) dengan produktivitas lebih tinggi di wilayah perkotaan.
Selanjutnya, aktivitas perekonomian berjalan makin efisien, canggih, dan
modern. Kota merupakan suatu sistem keseimbangan umum yang mengandung interaksi
aneka aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan kegiatan produksi dan konsumsi.
Dalam dimensi spasial, ternyata ada keuntungan yang diperoleh dengan
berkumpulnya aktivitas ekonomi baik oleh perusahaan maupun industri. Dalam sisi
produksi, melimpahnya tenaga kerja dikota menyediakan faktor produksi yang
memberikan karakteristik skala ekonomi, yakni menurunnya kurva biaya rata-rata
sejalan dengan hasil. Dari segi konsumsi biaya informasi akan turun dengan
mengumpulnya pasar di sekitar pusat kota (CBD). Dalam pandangan strukturalis,
perkembangan kota tidak dapat dilepaskan dari aktivitas investasi dan
perdagangan internasional.
Perkembangan
kota yang didalamnya didominasi oleh sektor sekunder dan tersier memiliki
substitusi yang tinggi antara lahan dan non lahan. Penggunaan modal dan tenaga
kerja di dua sektor terakhir sangat intensif, memperlihatkan intensitas
kegunaannya dalam satuan luas lahan. Hal ini sejalan dengan konsepsi sewa lahan
(von Thunen), yang menunjukkan kecenderungan makin menurun semakin jauh dari
CBD. Karakteristik ini kemudian akan
menentukan alokasi permintaan lahan dan ruang bagi industri, pemukiman,
pemerintahan, dan ruang bagi penyediaan daya dukung lingkungan kota.
2.2
Modal Sosial
Putnam (1993) mendefinisikan modal
sosial adalah suatu kumpulan dari asosiasiasosiasi yang bersifat horisontal di
antara orang-orang yang mempunyai pengaruh terhadap produktivitas dari
masyarakat setempat. Asosiasi-asosiasi yang dimaksud, termasuk jejaring dari
pertalian warga masyarakat (civic engagement\ dan norma-norma sosial. Putnam
(1993) menilai bahwa rasa saling percaya (trust) adalah suatu komponen yang
penting dari modal sosial. Menurut Granovetter (1985),trust di dalam masyarakat
muncul terutama karena relasi-relasi sosial. Sebaliknya, bagi Levi (1998)frusl
yang muncul pada asosiasi-asosiasi tingkat menengah dapat saja tidak mencukupi
untuk menghasilkan generalized social trust, sementara itu, institusi-institusi
negara dapat pula menyediakan dasar bagi generalized trust. Trust dari
pendekatan perilaku dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang diambil
dalam situasi yang beresiko, tetapi terdapat suatu alasan untuk memercayai
seseorang yang ingin dipercaya. Sumber bagi kepercayaan ini bervariasi
(pengetahuan aktual, sanksi-sanksi institusional, keyakinan terhadap keyakinan
seseorang, dan lain-lain), tetapi semuanya relatif memerlukan pengorbanan kecil
terhadap individu yang diputuskan untuk dipercaya. Tentunya,
mekanisme-mekanisme kognitif akan memainkan peran dalam hal ini.
Pantoja (2000) membedakan bentuk-bentuk
modal sosial sebagai berikut: (1) hubungan-hubungan keluarga dan kekerabatan,
meliputi rumah tangga, keluarga luas, atau klien berdasarkan pada kuatnya
pertalian darah dan afnitas; (2) jejaring sosial atau kehidupan asosiasional;
(3) keterkaitan lintas sektor, termasuk jejaring yang menghubungakan
organisasi-organisasi dari berbagai sektor di dalam masyarakat (LSM, organisasi
akar rumput, perwakilan pemerintah, perusahaan swasta) yang memungkinkan
kombinasi sumberdaya dan tipe pengetahuanyang berbeda-beda guna menentukan
pemecahan maslah dari masalah-masalah yang kompleks. Bentuk modal sosial ini
menyediakan artikulasi antara asosiasi dan organisasi yang bersifat horizontal
dan vertical; (4) norma-norma dan nilai-nilai sosial, mencikup kepercayaan budaya yang luas dan
pengaruh kepercayaan yang dimaksud terhadap berfungsinya masyarakat secara
umum. Norma-norma dan nilai-nirai mendukung bentuk-bentuk sosial lainnya
sekaligus merepresentasi bentuk paling umum dan paling sulit dari modal sosial.
2.3
Strategi dan Perencanaan
Pembangunan Wilayah
Perencaan dapat diartikan sebagai upaya
untuk menghubungkan pengetahuan atau teknik yang dilandasi kaidah-kaidah ilmiah
kedalam praktek yang dilandasi teori perpesktif kepentingan orang banyak atau
publik. Pengertian wilayah tidak dapat dilepaskan dengan penggunannya dalam
berbagai tujuan. Dalam tulisan ini, yang dimaksud wilayah religion adalah suatu
are geografis yang memiliki ciri tertentu dan merupakan media bagi segala
sesuatu lokasi dan berinteraksi. Dalam menganalisi wilayah secara umum dikenal
tiga tipe, yang pertama adalah wilayah fungsional.
Wilayah tipe ini adanya derajat intergrasi antara komponen-komponen didalamnya
yang terbentuk wilayah fungsional ini akan tampak dalam keadaan pelaku-pelaku
ekonomi lokal saling berinteraksi diantara mereka sendiri pada derajat atau
tingkatan kualitas atau kuantitas. Salah satu wujud wilayah fungsional yang
paling umum adalah wilayah nodal. Wilayah nodal didasarkan pada susunan
(sistem) yang berhierarki dari satu hubungan simpul-simpul perdagangan. Konsep
wilayah nodal berimplikasi bahwa ada wilayah didalam wilayah yang lebih besar
atau kota-kota kecil sebagai wilayah pinggiran. Yang kedua adalah wilayah homogen,
dicirikan oleh adanya relatif kemiripan
relatif dalam wilayah. Kemiripan ciri tersebut dapat dilihat dari aspek sumber
daya alam (misalnya iklim dan komoditas), sosial (agama, suku, kelompok
ekonomi), dan ekonomi (sektor ekonomi). Ketiga wilayah administratif, wilayah
ini dibentuk untuk kepentingan wilayah secara geografis sangat jelas dilandasi
keputusan politik dan hukum. Pembagian wialyah berdasarkan provinsi, kota, Kota,
kecamatan dan perdesaan adalah untuk maksud tersebut. Dalam perencanaannya,
wilayah administratif sering menjadi penentu perkembangan wilayah homogen
bahkan wilayah fungsional. Berdasarkan
pengertian dasar dan uraian yang telah dikemukakan. Perencanaan pembangunan
wilayah adalah konsep yang utuh dan menyatu dengan pembagian wilayah.
Menurut Hoover dan Giarratani
perencanaan pembangunan wilayah menyimpan tiga pilar penting. Pertama, keunggungan komporatif
(imperfect mobility of factor). Pilar ini berhubungan dengan keadaan
ditemukannya sumber-sumber daya tertentu yang secara fisik realtif sulit atau
memiliki hambatan untuk digerakan antar wilyah. Kedua, aglomerasi (imperfect divisibility). Pilar aglomerasi
merupakan fenomena yang berpengaruh terhadap pelaku ekonomi berupa meningkatnya
keuntungan (imperfect mobility) sebagai akibat pemutusan ekonomi secara
spasial. Hal ini terjadi karena kuarangnya biaya produksi akibat penurunan
jarak antar wilayah. Ketiga, biaya
transport (imperfect mobility of good and servies). Pilar ini adalah yang
paling kasatmata mempengaruhi aktivitas perekonomian. Implikasinya adalah biaya
yang terkait dengan jarak dan lokasi tidak dapat lagi diabaikan dalam proses
produksi dan pembangunan wilayah.
Konsep
kesinambungan dan kenaikan modal per kapita memandang bahwa pembangunan akan
berkesinambungan jika memberikan generasi mendatang pendapatan yang disertai
kesempatan pertumbuhan modal yang dapat diperlihatkan dengan modal per kapita
yang relatif lebih tinggi dari generasi sekarang. Modal modal itu dapat
dilukiskan sebagai modal manusia – investasi dalam pendidikan, kesehatan, atau
gizi. Modal sosial dapat diartikan sebagai gungsi dan keberadaan kelembagaan
dan budaya dalam masyarakat; modal alam - fungsi dan keberadaan sumber daya
alam dan lingkungan; dan modal karya manusia – investasi yang umumnya terhitung
dalam anggaran perekonomian. Dinamika pembangunan perkotaan menurut konsep
aliran energi yang melihat berbagai aliran energi, materi dan informasi
diantara komponen yang ada didalamnya. Interaksi dari aliran energi ini
mempengaruhi tingkat perkembangan perkotaan.
Output
pembangunan perkotaan dapat dilihat langsung pada pertumbuhan ekonomi dan GNP.
Tingginya pertumbuhan ekonomi akan diikuti oleh pertumbuhan pendudukan
perkotaan untuk menangkap aliran energi. Output lainnya dapat dilihat melalui
kemampuan pemerintah untuk menyediakan barang-barang publik. Kota-kota dewasa
pada umumnya telah memiliki keadaan yang mantap (steady state). Modal sosial
yang dibangun atas kerjasama pemerintah, swasta, dan masyarakat berjalan sangat
baik dalam mengakomodasikan beragam kepentingan didalam tujuan pembangunan
perkotaan. Pengakuan adanya fenomena dualisme perkotaan, sekaligus mengangkat
potensi modal sosial masyarakat tradisional perkotaan sebagai investasi dalam
peningkatan investasi dalam meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan
pembangunan perkotaan. Kemajuan pembangunan selama ini sejalan dengan
peningkatan kegiatan sosial budaya.
2.4
Kebijakan Pembangunan
Perkotaan
Kota sebagai suatu sistem yang
terdiri atas subsistem sosial dan ekologis hendaknya dipandang secara
menyeluruh dalam berbagai kaitannya, baik pada tataran ekonomi mikro maupun
makro. Selain itu, hal yang penting untuk dilakukan adalah terselenggaranya iklim
yang kondusif bagi berkembangnya modal sosial – interaksi antara pemerintah,
swasta, dan masyarakat – yang secara otonom mampu mengoperasikan pengambilan
keputusan yang efektif (mekanisme kepengelolaan) bagi tercapaiannya output dan
keadaan yang mantap disertai keberlanjutannya. Kerangka konseptual untuk
menyusun kebijakan pembangunan perkotaan, setidaknya mencakup hal-hal berikut:
1.
Peningkatan
Aktivitas Ekonomi, perencanaan pembangunan perkotaan dirumuskan secara
komprehensif atas dasar kebutuhan stakeholders dan aliran intensif ekonomi.
Proses tersebut diharapkan semaksimal mungkin mengalirkan investasi,
pertumbuhan aktivitas UKM, lansekap dan infrastruktur yang nyaman. Paling tidak
harus dipecahkan empat kendala yang berpotensi menghambat peningkatan produktivitas,
yakni :
-
Penyediaan
sarana infrastruktur perkotaan untuk mengefisienkan proses aktivitas ekonomi
sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan lapangan kerja
-
Peningkatan
efektivitas pengaturan alokasi lahan atau penzonaan untuk memberikan kepastian
dalam aktivitas produksi dan keberlanjutannya
-
Peningkatan
efektivitas manajemen perencanaan dan pembangunan sarana infrastruktur
perkotaan sehingga tidak menimbulkan masalah dalam pembiayaan
-
Peningkatan
dukungan sektor financial bagi investasi dan perbaikan sarana infrastruktur,
perumahan dan kegiatan ekonomi lainnya
2.
Pembangunan
Modal Sosial, penyamaan persepsi antar stakeholders dalam memutuskan kebijakan
pembangunan dengan mengidentifikasikan permasalahan perkotaan dan kaitannya
secara objektif. Kepaduan sosial untuk upaya pemberdayaan sehingga dapat
diarahkan pada pengutan fungsi – fungsi pengambilan keputusan, perencanaan,
pelaksanan, pengawasan, dalam pembangunan kota, dan peningkatan ketahanan
sosial.
2.5
Pengambilan Keputusan atas
dasar Lokasi
Logika
ekonomi manusia umumnya telah mampu memberi kan penilaian-penilaian tertentu.
Hal ini dapat dihadapi oleh siapapun rumah tangga, organisasi, lembaga
pemerintah, bahkan yang terpenting pelaku ekonomi (firm) yang berorientasi
keuntungan. Penentu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan lokasi
dikelompokan menjadi dua, yaitu yang berkaitan langsung (locational factors)
dan tidak langsung (non-locational factors). Yang berkaitan tidak langsung
dengan faktor lokasi antara lain adalah sebagai berikut:
a.
Kebijakan
Pemerintah. Beberapa kebijakan pajak meliputi pajak pribadi,pajak korporat, dan
pajak properti mungkin menjadi perhatian dalam pengambilan keputusan.
b.
Keadaan
Lingkungan dan Sosial. Faktor-Faktor yang berkaitan dengan kualitas hidup tidak
hanya dapat berkaitan dengan peluang besar.
c.
Iklim
dan stabilisasi politik. Faktor politik umumnya mempengaruhi pengambilan
keputusan secara psikologis.
2.6
Proses Perencanaan
Pembangunan Nasional
Perencanaan dengan dimensi
pendekatan regional pemerintah daerah mempunyai kepentingan yang berbeda dengan
instansi-instansi dipusat dalam melihat aspek didalam suatu daerah.
Wilayah/daerah melihat “kegiatan untuk lokasi”. Hal ini dapat menghasilkan hal
yang sama namun sangat mungkin mengasilkan usulan yang berbeda. Pilihan daerah
terhadap alternative yang tersedia dapat menghasilkan pertumbuhan yang tidak
optimal dari sudut pandang sector yang melihat kepentingan nasional secara
sektoral. Perencanaan pembangunan berdasarkan prosesnya dibagi menjadi
perencaan dari bawah ke atas (bottom up planning) dan perencanaan dari atas
kebawah (top-down planning). Pendekatan perencanaan sektoral sering ditunjuk
sebagai pendekatan perencanaan dari atas kebawah, karena target yang ditentukan
secara nasional dijabarkan ke dalam rencana kegiatan diberbagai daerah seluruh
Indonesia yang mengacu kepada pencapaian target nasional tersebut. Dalam
implementasinya ketersediaan tabungan pemerintah sebagai sumber pembiyaan
pembangunan dan kepentingan sektoral nasional, masih menuntut penerapan pendekatan
dari atas ke bawah. Namun, kini penekatan tersebut tidak dapat dijalankan
sepenuhnya karena proses perencanaan rinci menuntut peran serta masyarakat.
Untuk itu, diupayakan untuk memadukan pendekatan perencanaan dari atas ke bawah
dengan perencanaan dari atas kebawah dengan perencanaan dari bawah ke atas.
Secara operasioanl, pendekatan perencanaan tersebut ditempuh melalui mekanisme
yang disebut pedoman penyusunan perencanaan dan Pengendalian Pembangunan di
Daerah (P5D). Proses berjenjang ini diharapkan dapat mempertajam analisis di
berbagai tingkat forum konsultasi perencanaan pembangunan tersebut.
Program-program pokok pembangunan
nasional lintas sektoral sebagai upaya mewujudkan prioritas pembangunan
sebagaimana tertuang dalam Repeta. Untuk itu merumuskan kebijakan sektoral
pemerintah pusat ke dalam pembangunan daerah beserta mekanisme pendapatan dekonsentrasi
dan tugas pembantuan. Oleh Karena itu forum Rakorbangas berfungsi sebagai
informasi bagi pemerintah provinsi, kota dan Kota didalam penyusunan RAPBD. Dan
bagian terpenting dalam proses perencanaan pembangunan yang memadukan kepentingan
pemerintah pusat dan daerah otonom.
2.7
Agenda
Pembangunan Wilayah
Fenomena
Aktual dalam Pembangunan Wilayah
1.
Liberalisasi
Perdagangan
Fenomena yang menonjol didalam pasar global adalah peran
penanaman modal asing. Fenomena tersebut menjelaskan beberapa hal mendasar
berikut.
a)
Jalinan
kerja sama (cooperative network) antar perusahaan makin penting melebihi peran
perusahaan perantara (arm length). Perusahaan menyadari bahwa kemajuan
teknologi dan komunikasi selain dapat wilayah pasar, juga dapat menurunkan
biaya koordinasi dan menjaga kualitas barang dan jasa yang diperdagangkan.
b)
Sumber
daya ciptaan (created) makin penting melebihi sumber daya alami(natural).
Sumber daya ciptaan yang tidak bergantung pada lokasi seperti informasi,
pengalaman, kemampuan organisasi, infrastruktur kelembagaan atau lingkungan
ekonomis lainnya, relati lebih menentukan keunggulan sumber daya.
c)
Peran
organisasi nonpasar berkembang dalam mendukung proses transaksi dan
perekonomin. Kehadiran organisasi seperti hierarki, jaringan kerja sama, kalangan
konsumen, dan pemerintah ternyata menjadikan pasar berfungsi lebih efektif.
2.
Teknologi
Informasi dan Internet
Konsepsi perkembangan wilayah sangat dipengaruhi penggunaan
internet. Pertama, dengan teknologi ini tidak lagi dibedakan perusahaan kecil
atau besar karena luas wilayah pasarnya sama. Hanya saja, konsekuensi biaya
transport masih dihadapi oleh sektor manufaktur atau kebutuhan fisik.
Sector-sektor jasa keuangan dan perkantoran mungkin sepenuhnya mengandalkan
teknologi digital ini. Kedua, teknologi internet dapat melahirkan fenomena
kematian jarak sehingga diperkirakan akan mengubah paradigma penilaian terhadap
jarak,ruang, dan nilai lahan. Hal ini berarti bahwa penggunaannya tidak lagi
mementingkan aspek lokasi sekaligus menggugurkan konsep rent-bid curve.
3.
Otonomi
Daerah
Hakikat
otonomi daerah selain kewenangan mengatur dan mengurus daerah adalah
mementingkan pemecahan masalah dianatara pelaku ekonomi yang terlibat dalam
alokasi sumber daya di daerah (Field 1994).
4.
Kemiskinan
Memandang
kemiskinan secara terintegrasi akan menghasilkan analisis dengan perspektif
yang luas. Hal ini perlu diperhatikan dalam pembangunan wilayah karena
kemiskinan berkaitan dengan ukuran-ukuran yang dipengaruhi situasi nasional dan
internasional. Secara umum program pembangunan untuk menghapuskan kemiskinan
berjalan seiring dengan mekanisme pembangunan wilayah. Pembangunan wilayah
dapat menyediakan mekanisme perlindungan secara kelmbagaan dan opersional
kepada kelompok atau orang-orang yang tergolong miskin.
5.
Hak
Asasi Manusia dan Demokrasi
Penegakan HAM dan demokrasi
dapat member landasan bagi pelaksanaan pembangunan wilayah. Dua isu tersebut
secara langsung meningkatkan fungsi-fungsi kelembagaan dan mengoperasikan
system produksi ekonomi yang lebih dinamis.setiap pihak (stakeholder dan
shareholder) yang terlibat dalam pembangunan dapat dijamin memperoleh
hak-haknya. Sebagai akbatnya, suatu wilayah akan menjadi benteng penegakan HAM
sepanjang HAM diakui dan memberikan manfaat bagi penduduknya. Sebaliknya, pengabaian HAM hanya akan melahirkan
kemiskinan dan ketimpangan yang melahirkan kemiskinan dan ketimpangan, yang
mengakibatkan kerentanan terhadap pelanggaran HAM.
Pembangunan Ekonomi
a) Aktualisasi
dan redefinisi nilai-nilai HAM
Mangaktualisasikan
nila-nilai HAM sama artinya dengan upaya secara terus menerus meletakkan harkat
manusia pada tempat yang mulia baik secara moral maupun kemanusiaan. Hal ini
akan menempatkan setiap manusia dalam posisi yang sama dalam pembangunan, tanpa
peduli latar belakang ras, agama,kelompok, dan kepentingan. Sebagai manusia
setiap kompone bangsa memiliki kelemahan dan kelbihan. Sepanjang hal tersebut
dapat diperbaiki atau diperbaharui dengan cara dan sikap yang santunatau
manusiawi, dipastikan pertumbuhan pembangunan bisa terjadi. Penegakan HAM dapat
pula kiranya memustkan pada agenda peningkatan kesejahteraan buruh, petani, nelayan,
dan masyarakat ekonomi lemah dipermudah.
b) Pemberantasan
kemiskinan
Jumlah
penduduk miskin di Indonesia masih sangat banyak. Oleh sebab itu, program
subsidi factor-faktor produksi terutama sektor pertanian, perikanan, dan
industri kecil harus dipertahankan. Sementara itu pemberantasan kemiskinan
wilayah diyakini menjadi sangat efektif bila diiringi pencanangan gerakan pengembangan ekonomi rakyat. Bila
pengentasan kemiskinan berorientasi ada subsidi langsung, “gerakan ekonomi
rakyat” dapat dikonsentrasikan pada pembangunan infrastruktur yang disertai
oleh keberpihakan untuk membantu masyarakat bawah dalam cakupan yang lebih
luas, mencakup buruh di perkotaan, pedagang kecil, industri kecil. Mekanisme
pembiayaan program-program diatas yang dipastikan “lebih besar” dengan
pelaksanaan otonomi,memerlukan berbagai terobosan aru untuk mencapai
efektivitas program dan intensif wilayah. Oleh karena itu, pemerintah perlu
mempertimbangkan pendapat dan kepentingan para pembayar pajak, selain
mempergunakan mekanisme politik yang ada.
c) Penguatan
keuangan daerah
Berdasarkan
UU Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah, harapan bagi penguatan keuangan daerah memang benar ada,namun
implementasinya hingga saat ini masih dirumuskan dan belum mengarah pada
ketuntasan. Nuansa hambatan institusional sangat terasa karena UU
tersebut,khusunya untuk menangkap sumber-sumber keuangan daerah,diikat oleh
banyak prasyarat lahirnya UU baru. Sejalan dengan itu, penyajian system
informasi keuangan daerah harus dirumuskan dalam rangka transparansi dan
pengawasannya.
d) Antisipasi
perdagangan bebas
Agenda
ini hendaknya lebih dari sekedar mengikuti momentum fenomena global,tetapi
merupakan upaya konsisten untuk mendisiplinkan diri dan secara terencana
menjadi bangsa yang maju, mandiri,dan bermartabat ditengah pergaulan dunia.
Oleh karena itu, strategi industrialisasi seharusnya mengikuti tahapan
substitusi,promosi ekspor,dan penanaman modal keluar (Aggarwal dan Agmon 1990).
e) Pembangunan
sektor teknologi informasi
Harus diakui pengenalan
bangsa Indonesia terhadap sektor digital ini relative baru. Di dalam jangka
panjang pun sisi rekayasa (engineering) kemungkinan tidak terkuasai, terlebih
sisi korporasi ( corporate). Sebagai konsekuensinya, sector ini harus dipandang
sebagai biaya investasi bagi beragam pemanfaatannya. Oleh karena itu, tidak ada
alasan mendistorsikan term of trade atau dengan kata lain, tidak perlu ada
rintangan dalam memanfaatkan teknologi dibidang informasi. Bahkan, untuk
kepentingan mendukung edukasi,mungkin pemerintah harus menerapkan subsidi.
Pembangunan Sosial dan Kelembagaan
a) Peraturan
perundang-undangan HAM
Penegakan
HAM dapat didirikan di atas kelembagaan-kelembagaan seperti hukum ( Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana/KUHAP), media massa atau berfungsinya
mekanisme politik. KUHAP berperan menciptakan keadilan dan perlindungan hukum.
Media massa berperan,misalnya dalam memberikan ketidakadilan,
kesewenang-wenangan, atau kebenaran. Sementara itu, lembaga-lembaga politik
berperan menyambung dan meningkatkan kepekaan politik masyarakat. Proses
demikian juga merupakan bagian dari sosialisasi, pembelajaran, atau pendidikan
social politikuntuk menghargai apapun mekanisme kelembagaan sepanjang di dalam
kerangka sistem hukum nasional.
b) Kelembagaan
penghapusan kemiskinan
Pengembangan
kelembagaan mengenai penghapusan kemiskinan ini sudah seharusnya dipikirkan
secara matang dan dapat dipertanggungjawabkan metodologinya. Integrasi
kelembagaan pengentasan kemiskinan dapat di mulai dari penyusunan database yang
terstruktur dan sistematis. Data kependudukan antara departemen dalam negeri
dan BPS harus menyatu. Data itu dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
penghapusan kemiskinan atau program-program social lainnya. Makin detail dan
mendalam statistika wilayah yang mencakup gambaran kelembagaan social,ekonomi
dan lingkungan local,potensi ekonomi wilayah dan peluang-peluang pemecahan
pembangunan wilayah diyakini dapat diekspos. Selanjutnya pada masa mendatang
,kelembagaan penghapusan kemiskinan tidak cukup hanya setingkat
menteri,terlebih bila struktur departemen masih “gemuk” dan belum berorientas
pada otonomi daerah. Agar fungsi koordinasi –mulai dari perumusan program
hingga pembiayaan- dan pencapaian sasaran berjalan efektif, lembaga penghapusan
kemiskinan dapat diserahkan kepada wakil presiden, didampingi suatu komisi
nasional. Koordinasi di daerah dapat dilimpahkan kepada gubernur sejalan dengan
tugas-tugasnya sesuai dengan asas desentralisasi. Di lain pihak,di kota atau Kota,
progam ini dapat melibatkan lembaga-lembaga kemasyarakatan untuk pendampingan,
pengawasan dan umpan balik.
c) Political
will dalam hal otonomi dan pembenahan administrasi daerah
Keadaan
pesimis terhadap otonomi terlihat dalam ketidaksiapan pada banyak bidang,
misalnya dalam pembenahan administrasi kepemerintahan,kepegawaian, status BUMN
di daerah, atau birokrasi perizinan dan investasi. Di dalam implementasi
otonomi,pemerintah harus membuat terobosan terhadap hal-hal yang mendasar
terutama dalam administrasi pubik mengantisipasi ekonomi global. Dambaan
administrasi yang mapan itu tidak hanya tercermin dari indepedensi,kontinyuitas
roda administrasi dan system yang ramping,tetapi juga mampu mendefenisikan
hubungan kelembagaan eksteral dan internal untuk memperoleh efisiensi di setiap
departemen.
d) Kelembagaan
dalam mengantisipasi globalisasi
Dilihat
dari sisi ekonomi yaitu perdagangan internasionalnya bagi negara yang tidak
siap untuk berdagang di tingkat internasional lebih fokus pada ekspor sumber
daya alamnya. Karena itu, ekonominya mudah dipengaruhi krisis akibat naik
turunnya harga misalnya bagi kapas, coklat dan gandum di pasar internasional. Dampak
positif globalisasi di bidang ekonomi adalah mampu memacu produktivitas dan
inovasi para pelaku ekonomi agar produk yang dihasilkan mampu bersaing dengan
produk-produk yang lain. Pada era globalisasi ini menuntut manusia yang kreatif
dan produktif.Sedangkan dampak negatifnya adalah mampu menimbulkan sifat
konsumerisme di kalangan generasi muda. Sehingga tidak mampu memenuhi tuntutan
zaman karena sudah terbiasa menerima teknologi dan hanya mampu membeli tanpa
membuatnya.
e) Kelembagaan
teknologi digital
Kemajuan dalam teknologi
informasi adalah salah satu landasan bagi beroperasinya mekanisme pasar. Namun,
karakter dari dunia teknologi informasi yang cepat dalam hal ini internet
meleburkan batas-batas budaya dan sosial. Keadaan ini menimbulkan problem hukum
dan negara yang tidak bisa mengelak dari bersentuhan dengan system nilai negara
dan wiayah lainnya. Indonesia mungkin tidak mampu membangun kelembagaan
mengikutikecepatan perkembanganteknologi digital. Akan tetapi, Indonesia harus
belajar dari pengalaman negara maju dsamping menggali nilai-nilai sosial dan
merumuskan definisi-definisi hukum yang strategis.
Pembangunan Sektor Lingkungan
a) Pemberdayaan
partisipasi masyarakat
Intinya, pengembangan masyarakat merupakan suatu penggunaan
berbagai pendekatan dan teknik dalam suatu program tertentu pada masyarakat
lokalsebagai kesatuan tindakan dan mengusahakan integrasi diantaranya bantuan
yang berasal dariluar dengan keputusan dan upaya masyarakat yang terorganisir.
Untuk itu maka pengembangan masyarakat harus didasarkan pada asumsi, nilai dan
prinsip-prinsip agar dalam pelaksanaannya dapat memberdayakan masyarakat
berdasarkan inisiatif, kemampuan dan partisipasi mereka sendiri.
b) Pembangunan
dan rehabilitasi lingkungan masyarakat miskin
Faktor-faktor
kemiskinan adalah gabungan antara faktor internal dan faktor eksternal.
Kebijakan pembangunan yang keliru termasuk dalam faktor eksternal. Korupsi yang
menyebabkan berkurangnya alokasi anggaran untuk suatu kegiatan pembangunan bagi
kesejahteraan masyarakat miskin juga termasuk faktor eksternal. Sementara itu,
keterbatasan wawasan, kurangnya ketrampilan, kesehatan yang buruk, serta etos
kerja yang rendah, semuanya merupakan faktor internal.
c)
Desentralisasi pengelolaan lingkungan
Secara prinsip kebijakan desentralisasi ditujukan untuk
memperkuat kapasitas pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat
melalui pelayanan publik dan memperkuat demokrasi ditingkat lokal.
Desentralisasi PPLH diharapkan dapat meningkatkan kualitas lingkungan dengan
memberikan pelayanan prima bagi masyarakat, kemudahan dalam mengakses
informasi, peningkatan peran serta masyarakat serta penegakan hukum lingkungan.
Untuk mencapai hal tersebut tentunya pemerintah daerah harus mempunyai
kapasitas yang memadai dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,
baik dalam perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan
penegakan hukum.
d) Perlindungan
factor-faktor produksi dan penataan ruang
Agenda
memiliki dua tujuan mendasar yaitu pertama, biaya investasi terhadap
faktor-faktor produksi yang penting,terutama sumber daya manusia, teknologi dan
sumber daya alam dalam rangka pemulihan dan terjaminnya peningkatan
produktivitas dalam jangka panjang dan kedua mekanisme perlindungan faktor-faktor
produksi dan ruang dari eksploitasi mekanisme pasar (perdagangan global) yang
diyakini makin besar pengaruhnya. Peringatan Hari Tata Ruang yang jatuh pada 8
November telah dilakukan di Indonesia sejak 2008 dengan mengusung tema
permasalahan-permasalahan penataan ruang. Aspek penataan ruang di Indonesia
telah memiliki piranti regulasi yang memadai dengan adanya UU No. 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang. Melalui peraturan tersebut, pemerintah berupaya
mendorong pemanfaatan ruang di Indonesia sesuai dengan kapasitas daya
dukungnya.
e) Pengumpulan
dan penyebaran data lingkungan
Informasi jenis akan
terkumpul atas prakarsa dan lembaga afiliasinya dalam rangka mengembangkan
indikator-indikator dalam konsep pembangunan berkelanjutan misalnya Natural
Capital Indicator (NCI) atau Human DevelopIndex (HDI). Dengan data-data
tersebut diharapkan memberi gambaran secara utuh tentang pemahaman
kesejahteraan, tidak hanya dari ukuran-ukuran ekonomi,tetapi juga menyentuh
dimensi sosial dan lingkungan di belakangnya.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Perkembangan Kota Badung
Bidang
Parhyangan (ketuhanan): Peningkatan srada dan bhakti masyarakat terhadap ajaran
agama, serta peningkatan eksistensi adat budaya dalam rangka mengajegkan Bali
di era kekinian. Bidang Pawongan (SDM):
Meningkatkan kualitas dan daya saing sumber daya manusia di Badung dengan
langkah langkah.
a. Menata sistem kependudukan
dan meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat,
b. Meningkatkan perekonomian
yang berbasis kerakyata dan ditunjang oleh iklim kemitraan,
c. Mewujudkan kepastian hukum
serta menciptakan ketentraman & ketertiban masyarakat,
d. Mewujudkan kepemerintahan
yang baik, bersih dan berwibawa (Good Governance & Clean government )
Bidang Palemahan (wilayah)
dengan memantapkan pelaksanaan Otonomi Daerah, mewujudkan pembangunan yang
selaras & seimbang sesuai fungsi wilayahnya, melestarikan Sumber Daya Alam
dan Lingkungan Hidup. Dengan mencermati visi dan misi Kota Badung tersebut,
kita dapat mengambil kesimpulan bahwa arah pembangunan Kota ini telah sejalan
dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, yang secara substansial
terangkum dalam 4 pilar, yaitu: pilar sosial, ekonomi, lingkungan dan
governance
Sektor Ekonomi dan Pariwisata
PDRB Kota Badung sejak tahun 2003-2007 selalu mengalami peningkatan setiap
tahunnya. PDRB tahun 2007 adalah sebesar 9.799,21 milyar rupiah (harga
berlaku), dan sebesar 4.850,13 milyar rupiah (harga konstan). Dengan demikian berarti
kinerja perekonomian Kota Badung sampai dengan tahun 2007 mengalami peningkatan
ratarata sebesar 16,92 % (harga berlaku) dan sebesar 6,34 % (harga konstan) setiap
tahunnya. Distribusi sektor – sector dominan dalam struktur PDRB Kota Badung berturut-turut
adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 45,19 %; angkutan dan komunikasi
sebesar 25,17 % kemudian disusul sector pertanian 9,01 %. Pendapatan perkapita penduduk
tahun 2007 sebesar 21,56 juta rupiah (harga berlaku) dan 11,91 juta rupiah
(harga konstan). Angka ini merupakan angka terbesar se-Propinsi Bali.
Berdasarkan distribusi sector PDRB tersebut di atas, sector pariwisata
merupakan sector andalan Kota Badung, hal ini dimungkinkan karena dukungan
potensi sumber daya alamnya. Bermodalkan potensi fi sik lingkungan yang
berkontur dengan variasi ketinggian 0 – 3000 m dari muka laut, membuat Kota
Badung memiliki ragam bentang alam yang kaya, mulai dari rona pantai hingga pegunungan.
Maka dengan potensi ini tidak mengherankan bila Kota Badung merupakan tempat
tujuan wisata utama di Pulau Bali. Obyek-obyek wisata ini sebagian besar berada
di kawasan Badung Selatan, seperti kawasan Kuta dan Nusa Dua.
Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW)
menarik yang bias dijadikan obyek wisata di Kota Badung meliputi wisata alam
maupun buatan, seperti : Air terjun Nungnung, Atraksi Makotek, Ayung Rafting,
Bumi Perkemahan Dukuh, Blahkiuh, Bungy Jumping, Desa Petang, Desa Wisata Baha,
Garuda Wisnu Kencana (GWK), Geger Sawangan, Kawasan Nusa Dua, Mandala Wisata,
Monumen Tragedi Kemanusiaan, Panggung Kesenian Kuta Timur, Pantai Canggu,
Pantai Jimbaran, Pantai Kedonganan, Pantai Kuta, Legian, Seminyak, Pantai
Labuan Sait, Pantai Nyang-Nyang, Pantai Suluban 699, Patung Satria Gatot Kaca,
Penangkaran Penyu Deluang Sari, Pura Peti Tenget, Pura Pucak Tedung, Pura Sadha,
Pura Taman Ayun, Pura Uluwatu, Safari Kuda, Sangeh, Taman Reptil Indonesia
Jaya, Tanah Wuk, Tanjung Benoa, Waka Tangga, Water Boom Park, Wisata Agro
Pelaga.
Pengembangan
wilayah Kota Badung didasarkan pada potensi dan kendala aspek fisik lingkungannya.
Berdasarkan karakteristik topografi dan kelerengannya, wilayah Kota ini memiliki
variasi yang sangat beragam, yaitu ketinggiannya antara 0 – 3.000 m dpl dengan kelerengan
datar hingga jurang yang curam. Penataan ruang pada wilayah seperti ini
relative sulit dibandingkan dengan wilayah yang datar. Kondisi ini telah
mendorong Pemda Kota Badung untuk bersikap berhati-hati dan bijaksana dalam
merencanakan pengembangan wilayahnya. Kota Badung dibagi menjadi 3 Wilayah
Pengembangan yaitu: Badung Utara, Badung Tengah dan Badung Selatan.
Masing-masing wilayah memiliki perbedaan karakteristik fisik lingkungan yang
mencolok. Wilayah Badung Utara, merupakan kawasan pegunungan yang subur dengan
hutan dan RTH yang luas, karena itu sesuai untuk fungsi konservasi lingkungan. Wilayah
Badung Tengah, merupakan kawasan dengan ketinggian dan kesuburan sedang,karena
itu sesuai untuk fungsi transisi antara fungsi lindung dan budidaya alamiah
seperti pertanian. Wilayah Badung Selatan, merupakan kawasan yang datar, tidak
subur dan pesisir.
3.2.
Strategi Pembangunan Kota
Badung
Melihat kondisi wilayah
diatas sehingga Pemerintah Kota Badung berupaya dengan strategi dalam upaya
penataan ruang wilayah Kota Badung.
a.
Strategi keterpaduan pengembangan pusat-pusat
pelayanan Kota dengan sistem perkotaan nasional terdiri atas :
· menterpadukan
sistem perkotaan berdasarkan hierarki pelayanan dan fungsi pusat pelayanan.
· mengintegrasikan
pusat-pusat kegiatan kepariwisataan, pusat pemerintahan Kota, pusat pendidikan
tinggi, pusat pelayanan kesehatan dan pusat pelayanan transportasi ke dalam
sistem perkotaan secara terpadu.
· mengendalikan
perkembangan kawasan perkotaan dan pusat-pusat kegiatan berpotensi cepat tumbuh
dan sedang tumbuh.
· meningkatkan
aksesibilitas dan keterkaitan antar kawasan perkotaan, antar kawasan pedesaan,
serta antar kawasan perkotaan dan wilayah sekitarnya.
· Memantapkan
dan meningkatkan peran kota-kota kecil sebagai pusat pelayanan dari wilayah
belakangnya terutama ibukota kecamatan.
b.
Strategi peningkatan kualitas kepariwisataan
yang didukung sistem prasarana wilayah berstandar internasional terdiri atas :
·
menyediakan infrastruktur berstandar
internasional yang mendukung kepariwisataan.
·
mengoptimalkan pemanfaatan ruang untuk kegiatan
kepariwisataan dengan mempertimbangkan daya dukung lahan dan daya tampung
kawasan.
·
meningkatkan kualitas obyek-obyek wisata dan
fasilitas pendukungnya.
·
mengendalikan pemanfaatan ruang yang tidak
harmonis dengan kegiatan kepariwisataan pada koridor menuju kawasan pariwisata.
·
mengembangkan sistem jaringan transportasi
terpadu dan berkualitas antar moda dan antar pusat kegiatan kepariwisataan.
c.
Strategi pengembangan Badung Utara dengan
fungsi utama konservasi dan pertanian terintegrasi terdiri atas :
-
Melindungi dan melestarikan kawasan hutan
lindung yang terdapat di Desa Pelaga, Kecamatan Petang.
-
Mengembangkan hutan rakyat sebagai kawasan
penyangga hutan lindung yang berorientasi pada keberlanjutan lingkungan hidup.
-
Mengendalikan pemanfaatan ruang pada kawasan
tangkapan air hujan dan kawasan resapan air.
-
Mengembangkan pertanian terintegrasi yang
berorientasi agribisnis meliputi penyediaan sarana-prasarana produksi,
pengolahan hasil, pemasaran dan dukungan lembaga keuangan , penyuluhan dan penelitian.
-
mengembangkan kelembagaan usaha ekonomi petani
yang efektif, efesien, dan berdaya saing dengan didukung dengan sarana dan
prasarana yang memadai.
-
mengembangkan ekonomi berbasis agrowisata dan
ekowisata.
d.
Strategi pengembangan Badung Tengah dengan
fungsi utama pertanian berkelanjutan, ibukota Kota dan pusat pelayanan umum
skala regional terdiri atas :
-
mengembangkan kawasan peruntukan pertanian
berkelanjutan dan mengendalikan alih fungsi lahan pertanian beririgasi dalam
rangka ketahanan pangan, pelestarian lingkungan dan pelestarian budaya.
-
mengembangkan sistem jaringan prasarana pada
kawasan perkotaan Mangupura yang terintegrasi dengan sistem jaringan prasarana
perkotaan Sarbagita.
-
mengoptimalkan pemanfaatan ruang kawasan
perkotaan Mangupura sehingga mencerminkan perannya sebagai ibukota Kota dan
pusat pelayanan umum skala regional.
-
melindungi, merevitalisasi, rehabilitasi,
preservasi dan/atau restorasi warisan budaya yang memiliki nilai-nilai sejarah.
-
mengembangkan industri kecil dan menengah ( IKM
) yang berkualitas yang ramah lingkungan melalui pengembangan kapasitas
sumberdaya manusia, permodalan, teknologi serta akses terhadap pasar.
e.
Strategi pengembangan Badung selatan dengan
fungsi utama kepariwisataan terdiri atas :
-
mengoptimalkan pemanfaatan ruang Kawasan
Pariwisata Nusa Dua, Tuban dan Kute didukung penyediaan infrastruktur yang
memadai berstandar internasional.
-
mengembangkan sistem jaringan trasportasi
terpadu untuk meningkatkan aksesbilitas menuju pusat-pusat kegiatan
kepariwisataan.
-
mengembangkan kawasan wisata belanja yang
dilengkapi sarana-prasarana pariwisata dan pusat perbelanjaan.
-
melestarikan kawasan lindung dan mengendalikan
pembangunan pada kawasan rawan bencana yang berbasis mitigasi.
-
mengembangkan kawasan pesisir dan laut secara
terpadu sebagai aset utama kepariwisataan yang berkelanjutan.
f.
Strategi perwujudan dan peningkatan keserasian,
keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budidaya terdiri atas :
·
mengembangkan kawasan budidaya melalui pemanfaatan
ruang sesuai peruntukan, daya dukung lahan dan daya tampung kawasan.
·
mensinergikan pembangunan antar sektor dan
antar wilayah yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
·
memgembangkan kawasan pariwisata secara
komprehensif dan terpadu dengan kegiatan pertanian yang berorientasi
agribisnis.
·
mengembangkan permukiman perkotaan di wilayah
Badung Tengah dan Wilayah Badung Selatan secara proporsional, dan membatasi
pengembangan permukiman skala besar di wilayah Badung Utara.
·
mengembangkan sistem jaringan prasarana wilayah
yang menjangkau pusat-pusat kegiatan budidaya.
·
mengendalikan pemanfaatan ruang yang tidak
sesuai dengan fungsi utamanya serta tidak berorientasi pada pembangunan
berkelanjutan.
g.
Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan
dan keamanan negara terdiri atas :
§ mendukung
penetapan kawasan strategis dengan fungsi pertahanan dan keamanan negara sesuai
kondisi lingkungan dan sosial budaya masyarakat.
§ mengendalikan
pengembangan kegiatan budidaya didalam dan disekitar kawasan pertahanan dan
keamanan negara.
§ dan
mengendalikan perubahan fungsi kawasan pertahanan dan keamanan negara serta
aset-aset pertahanan dan keamanan lainnya.
3.2
Modal Sosial
sebagai Aspek Penting Pembangunan Kota Badung
Kepercayaan
masyarakat Bali dengan mayoritas agama Hindu memiliki tatanan cara ibadah dan
budaya yang khas. Budaya yang terbentuk dalam lingkungan masyarakatnya
merupakan kombinasi antara ketaatan beribadah dan pernyataan syukur kepada Sang
Pencipta yang berwujud tindakan pemeliharaan terhadap alam ciptaanNya. Budaya
ini secara prinsip merupakan modal social yang sangat bermanfaat dalam menjaga
kelestarian lingkungan. Dengan pemahaman yang mendalam terhadap budaya
masyarakatnya, Pemda Badung telah mewujudkannya dalam pengendalian pemanfaatan ruang,
berupa peraturan zonasi untuk kawasan suci dan kawasan tempat suci. Peraturan
zonasi pada dua kawasan ini antara lain dinyatakan:
o
pengendalian secara ketat pembangunan di dalam
kawasan suci.
o
pura sad kahyangan dengan radius kesucian
sekurang-kurangnya 5 kilometer dari sisi luar penyengker pura.
o
pura dang kahyangan dengan radius kesucian
sekurang-kurangnya 2 kilometer dari sisi luar penyengker pura.
o
pura kahyangan jagat, pura tiga dan pura
swagina dengan radius kesucian sesuai ditetapkan dalam Bhisama Parisada Hindu
Dharma Indonesia Pusat dan/atau awig awig desa adat/pekraman setempat.
Pemahaman
yang mendalam mengenai budaya ketuhanan dari masyarakat Badung ini dimanfaatkan
sebagai pusat kegiatan sosial keagamaan masyarakatnya. Dimana religiusitas
masyarakat Badung menjadi daya tarik wisatawan, baik domestik maupun manca
negara. Potensi religiusitas budaya tersebut dapat dikembangkan menjadi suatu
potensi ekonomi untuk pelaksanaan proses pembangunan. Selain menjadi suatu
potensi ekonomi, kereligiusitasan masyarakat Badung ini menjadi sumber
pelaksanaan kegiatan-kegiatas sosial antar masyarakatnya. Sehingga intensitas
interaksi yang tinggi akan mengalirkan arus energi berupa informasi, rasa
percaya, jejaring sosial menjadi lebih lancar/baik. Arus energy yang baik ini
nantinya akan mempermudah pelaksanaan proses pembangunan.
Modal-modal
sosial pada masyarakat Badung ini dapat menggambarkan bentuk-bentuk modal
sosial sebagaimana yang dijelaskan oleh Pantoja, seperti : (1) hubungan
kekerabatan yang kuat yang dicerminkan melalui kuatnya solidaritas antar banjar dalam satu wilayah, (2) jejaring
sosial yang tercermin melalui kegiatan kepemudaan serta gotong royong untuk
melaksanakan ritual-ritual keagamaan, (3) hubungan lintas sektor yang tercermin
melalui harmonisasi hubungan organisasi formal (contoh: polisi) dengan
organisasi non-formal (contoh: pecalang) dalam melaksanakan pembangunan, (4)
nilai-nilai norma lokal yang terinternalisasi pada kehidupan masyarakat
sehari-hari.
Kota Badung
sebagai suatu daerah pusat pertumbuhan memiliki pola keruangan yang sangat kompleks.
Kota Badung tidak hanya memiliki satu titik pertumbuhan, namum memiliki banyak
titik. Hal tersebut dikarenakan banyaknya potensi yang dapat digali pada
industri tersebut, baik dari potensi alam maupun potensi manusia. Masyarakat
Badung yang sangat terbuka dan ramah kepada penduduk non-lokal membuat aliran investasi yang sangat besar
dikota ini. Sehingga, laju pertumbuhan ekonomi pun juga ikut meningkat. Selain
arus investasi, arus penduduk juga sangat besar di kota Badung. Banyaknya
pendatang membawa konsekuensi terhadap keberagaman dan heterogenitas kebutuhan.
Hal tersebut dipenuhi dengan banyaknya peluang-peluang industri baru tercipta
dan angka teterserapatan tenaga kerja pun juga menjadi tinggi. Kota Badung
sebagai suatu kota yang masih memiliki karakteristik tradisional membawa
konsekuensi pada penataan keruangan kota dan strategi pembangunannya. Seperti
yang sudah diuraikan diatas, pembangunan dikota Badung tidak hanya dikhususkan
pada kepariwisataan dan industri namun juga pertanian. Hal tersebut dikarenakan
karakteristik penduduk Badung yang agraris.
Wilayah Kota
Badung yang terbagi menjadi beberapa sub wilayah memiliki tingkat pembangunan
yang kesemuanya adalah baik/maju. Hal ini dikarenakan penggunaan modal sosial
masyarakat Badung baik berupa budaya, sikap penduduk, maupun kearifan lokal
untuk menarik investasi. Partisipasi dari masyarakat untuk melakukan
pembangunan, baik untuk pembangunan infrastruktur maupun pembangunan manusia
juga dilakukan. Contoh konkretnya adalah keterlibatan banjar-banjar maupun
karang taruna/kepemudaan untuk membangun karakter masyarakat yang siap
menghadapi perubahan tanpa mengubah akar budaya mereka. Hal inilah yang membuat
Badung menjadi wilayah dengan karakteristik perkotaan dengan nilai-nilai
tradisional yang masih melekat.
Modal sosial
dari masyarakat Kota Badung berperan pada peningkatan pertumbuhan dan
pembangunan wilayahnya melalui peningkatan penyediaan akses masyarakat pada
ketersediaan modal, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Tersedianya stok modal
sosial yang besar pada masyarakat kota Badung akan memfasilitasi terjadinya
transaksi antar individu dan/atau kelompok yang efisien melalui: (1)
tersedianya informasi dengan biaya yang rendah, (2) terdapat kemudahan bagi
semua pihak untuk mencapai kebutuhan kolektif, (3) berkurangnya perilaku
oportunis dari anggota masyarakat. Modal sosial dari masyarakat Badung terlihat
pada pembangunan aktivitas administrasi dalam bentuk banjar dinas dan banjar
pakraman/ banjar adat. Interaksi yang terbangun melalui banjar-banjar tersebut
akan akan membangun modal sosial pada suatu kelompok yang homogen. Dalam hal
pembangunan penyediaan fasilitas publik, terdapat suatu organisasi yang disebut
subak yang dibentuk untuk mengelola
sumber daya air untuk pertanian.
Modal sosial
yang didukung oleh modal alam menciptakan suatu kondisi ekonomi Kota Badung
yang baik. Hal tersebut dibuktikan dengan menjamurnya industri-industri baik
jasa (perhotelan, spa, dll) maupun barang (outlet, mall, dll) yang mendorong
tingginya PAD dan PDRB kota tersebut. Kondisi industri yang demikian memicu
peningkatan aksesibilitas untuk menuju fasilitas-fasilitas publik demikian juga
dengan dinamika masyarakatnya. Dengan peningkatan dinamika kehidupan ekonomi
dan sosial masyarakat, maka akan semakin tinggi kebutuhan dan keinginan.
Modal sosial
juga berkaitan dengan interaksi di wilayah terkait. Intensitas interaksi pada kota Badung ini
terkait dengan mata pencaharian. Dominasi pekerjaan dibidang non-pertanian
membutuhkan interaksi yang intensif dengan daerah lainnya yang mengharuskan
penduduk Kota Badung untuk memiliki mobilitas yang tinggi. Pembangunan di kota
Badung sendiri lebih difokuskan pada sektor pariwisata, sedangkan untuk sektor
pertaniannya difokuskan pada daerah kabupaten Badung yang merupakan daerah
penyokong kota Badung sendiri.
3.3.
Wujud
Pembangunan Kota Badung
Modal sosial
maupun modal alam yang mendorong adanya arus energi berupa informasi, modal,
dan IPTEK memicu terlaksananya pembangunan di beberapa bidang, antara lain
sebagai berikut:
1. Infrastruktur
Badung memiliki
keunggulan alam, budaya dan infrastruktur dibandingkan dengan daerah lainnya.
Potensi ini mempengaruhi kegiatanperekonomian Badung yang banyak bergerak di
sektor pariwisata. Segalaupaya terus ditempuh untuk mensinergikan pembangunan
industripariwisata dengan sektor lainnya. Selain sebagai destinasi pariwisata,
Kabupaten Badung jugamenjadi tempat pertemuan-pertemuan penting yang berskala
nasional daninternasional. Hal ini berpengaruh terhadap berbagai sektor
yangberkembang di Badung terutama sektor-sektor yang berkaitan erat
denganpariwisata. Seperti misalnya sektor perdagangan hotel dan restoran
sertasektor pengangkutan dan komunikasi masih menjadi sektor yang
berperanpenting dalam perkembangan perekonomian di Badung. Bahkan keduasektor
ini berkontribusi hampir mencapai tiga per empat (73,10 persen) dari keseluruhan
PDRB Badung.
Dari kelebihan yang terdapat di Kota
maupun Kabupaten Badung maka pemerintah sebegai pelaksana pembangunan
infrasturktrur yang dibantu masyarkat, maupun privat harus menyediakan
infrastruktur yang baik untuk masyarakat, wisatawan asing maupun wisatawan
dalam negerti. Infrastruktur yang sudah tersedia dikota Badung yaitu:
a)
Transportasi
udara hingga tahun 2005 didukung oleh Bandar Udara (Bandara) Internasional
Ngurah Rai di Kabupaten Badung, Air Strip Kolonel Wisnu di Grokgak untuk
pengembangan kawasan pertahanan keamanan (Hankam), dan Helipad di Nusa Penida
untuk pengembangan wilayah Nusa Penida.
Selama tahun 2005 melalui Bandara Internasional Ngurah Rai untuk
penerbangan domestik dan internasional arus keberangkatan pesawat udara
mencapai 31.441 kali penerbangan dan kedatangan sebanyak 31.315 kali
penerbangan. Kapasitas dari landasan pacu (runway) pada tahun 2005 dapat
menampung 40 pergerakan per jam, sedangkan saat ini volume jam puncaknya baru
20 pergerakan per jam atau baru setengah dari total kapasitas. Dilihat dari landasan pacu yang ada saat ini
dibandingkan dengan kecenderungan jenis pesawat terbang yang membutuhkan
landasan pacu yang lebih panjang maka kondisi saat ini belum memadai.
Pertumbuhan kedatangan penumpang selama sepuluh tahun terakhir cenderung
meningkat dengan rata-rata 6,18% per tahun, sedangkan penerbangan pesawat
mengalami pertumbuhan sekitar 6,66% per tahun, dan pengiriman barang (cargo)
mengalami pertumbuhan sekitar 10,20% per tahun
b)
Tersedianya
infrastruktur Cipta Karya di Provinsi Bali untuk mendukung kawasan Bali Selatan
yang dikenal dengan Sarbagita (Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Kabupaten
Gianyar, Kabupaten Tabanan). Infrastruktur tersebut terdiri dari Sistem
Penyediaan Air Minum (SPAM), penanganan drainase, dan sanitasi. Salah satu
kendala dalam pengembangan SPAM untuk kawasan Sarbagitaku adalah ketersediaan
air baku yang tidak merata di kabupaten/kota dalam kawasan tersebut. Oleh
karena itu, pembangunan SPAM untuk kawasan ini dilakukan dengan berbasis SPAM
Regional yang bersifat lintas kabupaten/kota Salah satunya yang saat ini
diresmikan adalah SPAM Petanu yang menjadi bagian dari rencana besar
pengembangan SPAM Regional Sarbagitaku yang akan memberikan tambahan pelayanan
air minum bagi Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, Kabupaten
Tabanan, dan Kabupaten Klungkung.
c)
jalan
tol Nusa Dua-Ngurah Rai dan Tanjung Benoa sepanjang 12,7 kilometer (km). Proyek
tersebut merupakan jalan tol pertama di Indonesia yang dibangun di atas laut.
pembangunan jalan tol ini juga memberikan dampak yang nyata bagi perekonomian
masyarakat Bali dan sekitarnya. Pada saat pembangunannya, sekitar 3.000 pekerja
terlibat langsung, belum lagi para pekerja yang menyiapkan pasir dari mulai
penambangan sampai pada saat menurunkan pasir, pekerja di pabrik besi dan semen
yang produksinya juga semakin meningkat. dampak ekonominya juga akan semakin
dirasakan oleh masyarakat, baik berupa pengurangan kemacetan maupun peningkatan
aktifitas ekonomi. Selain dampak ekonomi, Jasa Marga juga memperhatikan
kelestarian lingkungan sekitar, khususnya hutan bakau. Upaya penanaman hutan
bakau selama ini telah dilakukan dan akan tetap dilakukan untuk menjaga
keseimbangan kepentingan ekonomi dan lingkungan.
2. Industri
Jasa dan Perdagangan
Tingginya minat pariwisata pada Kota
Badung membawa dampak pada pembangunan sektor jasa dan perdagangan. Berbagai
industri jasa tumbuh subur seperti hotel, villa, resource, spa, penyewaan
kendaraan bermotor maupun sepeda, dan lain sebagainya. Demikian pula dengan
industri perdagangan, banyaknya migrasi penduduk serta wisatawan mendorong
untuk memenuhi tuntutan akan kebutuhan perbagai barang, baik barang kebutuhan
sehari-hari maupun souvenir. Berbagai macam jenis usaha dagang berkembang
didaerah ini, mulai dari unit usaha kecil seperti koperasi, factory outlet,
café, restaurant, toko souvenir, toko waralaba, hingga mall. Pusat-pusat
perdagangan atau pusat industri di Kota Badung tidak hanya berada pada
sekumpulan titik, namun menyebar merata diseluruh wilayah Badung. Walau
letaknya menyebar, namun masih ada unit-unit dagang yang menggelombol atau
beraglomerasi. Dengan kata lain, pusat pertumbuhan bukan hanya dari satu titik
melainkan dari banyak titik. Hal ini sesuai dengan teori ekonomi mengenai
pemilihan lokasi industri, lokasi yang mengikuti aglomerasi akan menguntungkan
pemilik usaha karena mengurangi biaya produksi maupun biaya jarak.
Pantai dan riligiusitas budaya merupakan
modal kota Badung dalam melakukan pembangunannya, sehingga unit-unit industri
baik barang maupun jasa umumnya beraglomerasi pada kisaran kedua daerah
tersebut. Berikut adalah gambaran umum mengenai pusat-puat kegiatan masyarakat
Badung baik kegiatan ekonomi maupun sosial budaya yang mendorong adanya
unit-unit dagang dikisaran daerah tersebut.
Seperti yang
telah diuraikan sebelumnya, bahwa pusat-pusat kegiatan ekonomi masyarakat kota
Badung ini berada dikisaran area pantai atau tepat-tempat budaya. Hal tersebut
sangat jelas tergambar pada peta industri dan pariwisata disalah satu wilayah
di kota Badung. Dimana pusat-puast kegiatan industrinya berada disepanjang
garis pantai, semakin jauh dari kawasan pantai akan semakin jarang pusat-pusat
kegiatan ekonomi ditemui. Dengan demikian jika dihubungkan dengan teori sewa
dan nilai lahan maka nilai lahan didaerah sekitar pantai akan tinggi dan akan
semakin turun jika semakin jauh dari pantai. Demikian pula dengan harga sewa
lahan, maka akan masuk akal jika harga hotel dikawasan sekitar pantai akan
lebih mahal dengan daerah yang jaraknya lebih jauh dari pantai walaupun dengan
kualitas pelayanan dan spesifikasi hotel yang sama. Untuk lebih jelasnya
digambarkan melalui peta berikut:
3.
Perumahan Mewah
Perumahan Mewah
Dengan
banyaknya jumlah penduduk migrant di kota Badung dan juga sebagai konsekuensi
atas pendapatan per kapita penduduknya yang tinggi, maka di kota init telah
muncul kawasan perumahan-perumahan mewah dibeberapa titik. Harga rumah rumah
mewah ini bervariasi tergantung pada desain, luasan, dan jarak dengan CBD.
Rentang harganya adalah diatas Rp 1.000.000.000 per unit rumah. Titik-titik ini
tersebar pada semua daerah di wilayah Badung, seperti di Seminyak, Jimbaran,
Sanur, Kuta, dst. Dengan demikian, segregasi perumahan di kota Badung tidak
hanya terbatas disatu titik tetapi dibanyak titik. Adanya perumahan mewah ini
membuktikan bahwa kota Badung sudah pada tahap kota dewasa awal atau maju.
4. Kesehatan
Dengan
konsekuensi dari laju pertumbuhan pendudukan dan pertumbuhan ekonomi dalam hal
pendapatan per kapita tentunya akan membawa konsekuensi langsung pada kualitas
kesehatan penduduknya. Penyediaan layanan kesehatan merupakan hal yang patut
dikaji dari pembangunan di suatu wiayah. Badung dengan jumlah penduduk yang
terus meningkat tiap tahunnya dan juga salah satu daerah dengan jumlah
pendapatan bruto regional tertinggi di provinsi Bali memiliki kualitas
pelayanan kesehatan yang baik. Hal ini dapat dilihat dari jumlah dan kualitas
rumah sakit dan pelayanan kesehatan yang dimilikinya. Selain itu, angka harapan
hidup masyarakat Badung juga tergolong tinggi.
5. Pendidikan
Dengan
adanya Badung sebagai suatu pusat pariwisata dan memiliki pendapatan bruto yang
tinggi dan berbagai keunggulan kota Badung lainnya belum tentu menjamin
kualitas pelayanan pendidikannya. Kota Badung walaupun penyediaan layanan
pendidikannya baik, namun kualitas pendidikan masih kalah jika dibandingkan
dengan ibukota provinsi yakni Denpasar. Sehingga banyak dari pelajar-pelajar
Badung yang memilih untuk menempuh pendidikan diluar kota Badung atau diluar
provinsi.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
4.2
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Vipriyanti, Nyoman
Utari. 2011. Modal Sosial dan Pembangunan Wilayah: Mengkaji Success Story
Pembangunan di Bali. Malang: UB Press
Laporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten Badung Tahun 2013
(tambain dari
Iqbal)
Comments
Post a Comment