BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan
sehari-hari, terkadang kita egois, kita mempunyai pendapat namun pendapat kita
haruslah diterima oleh orang lain. Atau terkadang kita memaksakan kehendak
terhadap orang lain untuk mau melakukan hal yang sama dengan kita.
Untuk
menghindari itu semua, kita harus mempunyai sikap toleransi, sikap tenggang
rasa, agar tidak terjadi rasa saling tidak suka antar sesama. Jika toleransi
ada dalam setiap diri kita, Insya Allah dalam bergaul di lingkungan baik sekolah
maupun masyarakat akan menjadi lebih baik.
Untuk itulah
kami mengangkat tema toleransi dalam makalah ini. Semoga dapat diterima dan
dapat dijadikan inspirasi untuk berbuat lebih baik.
B. TUJUAN DAN
MANFAAT
1. Tujuan
a. Menambahkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. ;
b. Agar lebih dapat meneladani sikap Rasulullah SAW. ;
c. Menambah wawasan ;
d. Agar mengetahui lebih dalam mengenai toleransi ;
e. Menerapkan toleransi dalam kehidupan sehari-hari ;
f. Menghadirkan sikap toleransi dalam bergaul.
2. Manfaat
a. Menambah keilmuan tentang ajaran Islam ;
b. Dapat memahami materi toleransi ;
c. Hati menjadi tenang dengan adanya sikap toleransi ;
d. Lebih menghargai suatu hal apapun ;
e. Mempunyai pendirian kuat dengan tidak merendahkan
orang lain ;
BAB II
TOLERANSI DALAM KEHIDUPAN
A. PENGERTIAN
TOLERANSI
Toleransi
adalah sikap tenggang rasa, menghargai, membiarkan, atau membolehkan oran lain
untuk berpendapat atau berpendirian yang berbeda dengan dirinya.
Toleransi
bahasa Arabnya adalah tasamuh yang
artinya sama-sama berlaku baik, lemah lembut, dan saling pemaaf. Dalam
pengertian umum, toleransi adalah sikap akhlak terpuji dalam pergaulan.
B. TOLERANSI DALAM
ISLAM
Toleransi dalam
Islam bukan berarti bersikap sinkretis. Pemahaman yang sinkretis dalam
toleransi beragama merupakan kesalahan dalam memahami arti tasâmuh yang
berarti menghargai, yang dapat mengakibat-kan pencampuran antar yang hak dan
yang batil (talbisu al-haq bi al-bâtil), karena sikap sinkretis adalah
sikap yang menganggap semua agama sama. Sementara sikap toleransi dalam Islam
adalah sikap menghargai dan menghormati keyakinan dan agama lain di luar Islam,
bukan menyamakan atau mensederajatkannya dengan keyakinan Islam itu sendiri.
Sikap toleransi
dalam Islam yang berhubungan dengan akidah sangat jelas yaitu ketika Allah SWT.
memerintahkan kepada Rasulullah SAW. untuk mengajak para Ahl al-Kitab
untuk hanya menyembah dan tidak menye-kutukan Allah swt.
C. AYAT AL-QUR’AN
& HADITS YANG MENJELASKAN TOLERANSI
1. Q. S. Al-Kafirun(109) : 1-6
Artinya :
1) Katakanlah
(Muhammad), “Wahai orang-orang kafir !
2) Aku tidak akan
menyembah apa yang kamu sembah,
3) dan kamu bukan
penyembah apa yang kamu sembah,
4) dan aku tidak
pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
5) dan kamu tidak
pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah,
6) Untukmu agamau,
dan untukku agamaku.
Asbabun nuzul
Salah satu
riwayat menyebutkan bahwa sekelompok pemuka kafir Quraisy datang menemui
Rasulullah SAW.. Kedatangan mereka untuk mengajak Rasulullah bersekutu dalam
segala hal, termasuk dalam peribadahan. Mereka akan menyembah apa yang beliau
sembah, beliau pun diminta menyembah apa yang mereka sembah. Bahkan mereka akan
menganngkat beliau sebagai pemimpin. Dengan adanya peristiwa tersebut, maka
turunlah wahyu Allah SWT., yaitu Q.S. Al-Kafirun.
Pada ayat 2 dan
4, Rasulullah SAW. menegaskan bahwa beliau tidak akan pernah menjadi penyembah
apa yang disembah orang kafir, yaitu berhala. Dan pada ayat 3 dan 5 Rasulullah
SAW., juga menegaskan bahwa orang kafir pun tidak akan pernah menjadi penyembah
apa yang beliau sembah, yaitu Allah SWT.
Pada ayat 6
Rasulullah SAW. menegaskan bahwa orang kafir tetap pada agamanya dan beliau
bersama kaum muslimin tetap pada agama tauhid. Dengan demikian, ayat 6 ini
sebagai landasan hukum adanya tasamuh dalam beragama.
Kandungan Surah
a. Kebenaran itu sumbernya dari Allah SWT. ;
b. Manusia diberi kebebasan memilih mau beriman atau
kafir bagi orang yang beriman dan beramal sholeh disediakan Surga dan bagi
orang yang kafir disediakan neraka ;
c. Jika manusia memilih kafir dan melepaskan keimanan
maka berarti mereka telah melakukan kezhaliman.
2. Q. S. Al-Bayinah(98) : 1-8
Artinya :
1) Orang-orang
kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak
akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata,
2) (yaitu) seorang
rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang suci
(Al-Qur’an),
3) di dalamnya
terdapat (isi) kitab-kitab yang lurus (benar),
4) Dan tidaklah
terpecah-belah orang-orang Ahli Kitab melainkan setelah datang kepada mereka
bukti yang nyata.
5) Padahal mereka
hanya diperintah menyembah Allah, dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata
(menjalankan) agama, dan juga agar melaksnakan sholat dan menunaikan zakat, dan
yang demikian itulah agama yang lurus (benar),
6) Sungguh,
orang-orang kafir dari golongan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk)
ke neraka Jahanam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Mereka itu adalah
sejahat-jahat makhluk.
7) Sungguh,
orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itu adalah
sebaik-baik makhluk.
8) Balasan mereka
di sisi Rabb mereka ialah surga ‘adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,
mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah rida terhadap mereka dan mereka
pun rida kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut
kepada Rabbnya.
Asbabun Nuzul
Sebenarnya,
prinsip nabi-nabi terdahulu ialah sama dengan prinsip agama Islam yaitu
ketauhidan dengan melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan
Allah SWT.. Meskipun agama yang dibawa nabi terdahulu sama dengan Islam, tetapi
syariatnya berbeda-beda. Misalnya dalam menjalankan kewajiban dan tata cara
beribadah.
Surah
Al-Bayinah yang berkaitan dengan toleransi adalah ayat 1-2 . Kedua ayat ini
menjelaskan sikap tegas yang dimiliki oleh orang-orang kafir dari golongan ahli
kitab (Yahudi dan Nasrani) dan orang-orang musyrik. Mereka menyatakan tidak
akan meninggalkan ajaran agama mereka sampai datang keterangan yang nyata.
Keterangan itu adalah nabi akhir zaman yang mereka dambakan akan memancarkan
lembaran-lembaran suci sebagai pedoman hidup. Mereka menganggap bahwa
peribadatan yang mereka lakukan saat itu benar sehingga mereka
mempertahankannya. Dengan demikian, sikap tegas mereka sebagai bukti
dimilikinya fanatisme beragama.
Mereka sangat
berharap nabi akhir zaman yang mereka tunggu-tunggu itu berasal dari golongan
mereka, yaitu bani Israil. Akan tetapi, Allah SWT. mengutus nabi yang terakhir
bukan dari golongan bani Israil, muncullah rasa iri pada diri mereka. Upaya
untuk membunuh Rasulullah SWT. dan menghancurkan umat Islam selalu mereka
lakukan. Hal ini akan berlangsung hingga akhir zaman.
3. Q. S. Al-Kahfi(18) : 29
Artinya :
Dan katakanlah (Muhammad), “Kebenaran itu datangnya
dari Rabbmu, barangsiapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barangsiapa
menghendaki (kafir) biarlah dia kafir. “Sesungguhnya Kami telah menyediakan
neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta
pertolongan (minum), mereka akan diberi air seperti besi yang mendidih yang
menghanguskan wajah. (Itulah) minuman yang paling buruk dan tempat istirahat
yang paling jelek.
Kandungan Surah
a. Kebenaran itu sumbernya dari Allah SWT. ;
b. Manusia diberi kebebasan memilih mau beriman atau
kafir bagi orang yang beriman dan beramal sholeh disediakan Surga dan bagi
orang yang kafir disediakan neraka ;
c. Jika manusia memilih kafir dan melepaskan keimanan
maka berarti mereka telah melakukan kezhaliman.
4. Q. S. Yunus(10) : 40-41
Artinya :
40) Dan diantara mereka ada orang-orang yang beriman
kepadanya (Al-Qur’an), dan diantaranya ada (pula) orang-orang yang tidak
beriman kepadanya. Sedangkan Rabbmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang
berbuat kerusakan.
41) Dan jika mereka (tetap) mendustakanmu (Muhammad), maka
katakanlah “Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu tidak bertanggung
jawab terhadap yang aku kerjakan dan aku pun tidak bertanggung jawab terhadap
apa yang kamu kerjakan.
Kandungan surah
a. Ada
golongan umat manusia yg beriman terhadap al-qur'an dan ada yg tdk beriman
kepada Al-Qur'an ;
b. Allah
SWT. mengetahui sikap dan perilaku orang-orang
yang beriman yang bertakwa kepada Allah SWT. dan orang-orang yang tidak
beriman yang berbuat durhaka kepada Allah SWT. ;
c. Orang-orang yang beriman kepada Allah SWT. harus yakin
bahwa Tasul Allah SWT. yang terakhir adalah Nabi Muhammad SAW. dan Al-Qur'an
adalah kitab suci yg harus dijadikan pedoman umat manusia sampai akhir zaman.
5. Hadits
Di dalam salah satu hadis Rasulullah saw., beliau
bersabda :
حَدَّثَنِا عبد الله حدثنى أبى حدثنى يَزِيدُ قَالَ أنا
مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ عَنْ دَاوُدَ بْنِ الْحُصَيْنِ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ
اْلأَدْيَانِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ الْحَنِيفِيَّةُ
السَّمْحَةُ.
[Telah
menceritakan kepada kami Abdillah, telah menceritakan kepada saya Abi telah
menceritakan kepada saya Yazid berkata; telah mengabarkan kepada kami Muhammad
bin Ishaq dari Dawud bin Al Hushain dari Ikrimah dari Ibnu 'Abbas, ia berkata;
Ditanyakan kepada Rasulullah saw. "Agama manakah yang paling dicintai oleh
Allah?" maka beliau bersabda: "Al-Hanifiyyah
As-Samhah (yang lurus lagi toleran)]"
D. TOLERANSI ANTAR
UMAT BERAGAMA
1. Kaitan toleransi dengan persaudaraan sesama Muslim
Berkaitan
dengan hubungan toleransi dengan persaudaraan sesama Muslim, dalam hal ini
Allah SWT. Berfirman :
إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ
لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
[Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.
Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan
takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat].
Dalam ayat ini,
Allah menyatakan bahwa orang-orang mukmin bersaudara dan memerintahkan untuk
melakukan islah (mendamaikannya untuk perbaikan hubungan) jika
seandainya terjadi kesalahpahaman di antara mereka atau kelompok umat Islam.
Untuk
mengembangkan sikap toleransi secara umum, terlebih dahulu dengan
mensikapi perbedaan (pendapat) yang (mungkin) terjadi pada keluarga dan saudara
sesama muslim. Sikap toleransi dimulai dengan cara membangun kebersamaan
atau keharmonisan dan menyadari adanya perbedaan dan menyadari bahwa semua
adalah bersaudara, maka akan timbul rasa kasih sayang, saling pengertian yang
pada akhirnya akan bermuara pada sikap toleran. Dalam konteks pengamalan
agama, Al-Qur’an secara tegas memerintahkan orang-orang mukmin untuk kembali kepada
Allah SWT. dan sunnah Rasulullah SAW..
2. Kaitan toleransi dengan mu’amalah antar umat
beragama
Toleransi antar
umat beragama dapat dimaknai sebagai suatu sikap untuk dapat hidup bersama
masyarakat penganut agama lain dengan memiliki kebebasan untuk menjalankan
prinsip-prinsip keagamaan (ibadah) masing-masing, tanpa adanya paksaan dan
tekanan, baik untuk beribadah maupun tidak beribadah dari satu pihak ke pihak
lain. Sebagai implementasinya dalam praktek kehidupan sosial dapat dimulai dari
sikap bertetangga, karena toleransi yang paling hakiki adalah sikap kebersamaan
antara penganut keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.
Sikap toleransi
antar umat beragama bisa dimulai dari hidup bertetangga baik dengan tetangga
yang seiman dengan kita atau tidak. Sikap toleransi itu direfleksikan dengan
cara saling menghormati, saling memulia-kan dan saling tolong-menolong. Hal ini
telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. saat beliau dan para sahabat sedang
berkumpul, lewatlah rombongan orang Yahudi yang mengantar jenazah. Nabi
Muhammad saw. langsung berdiri memberikan penghormatan. Seorang sahabat
berkata: “Bukankah mereka orang Yahudi, ya Rasul?” Nabi saw.. menjawab “Ya,
tapi mereka manusia juga”. Hadis ini hendak menjelaskan bahwa, bahwa sisi
akidah atau teologi bukanlah urusan manusia, melainkan urusan Allah SWT. dan
tidak ada kompromi serta sikap toleran di dalamnya. Sedangkan urusan mu’amalah
antar sesama tetap dipelihara dengan baik dan harmonis.
Saat Umar bin
Khattab ra. memegang amanah sebagai khalifah, ada sebuah kisah dari banyak
teladan beliau tentang toleransi, yaitu saat Islam berhasil membebaskan
Jerusalem dari penguasa Byzantium pada Februari 638 M. Tidak ada kekerasan yang
terjadi dalam ‘penaklukan’ ini. Singkat cerita, penguasa Jerusalem saat
itu, Patriarch Sophorinus, “menyerahkan kunci” kota dengan begitu saja.
Suatu ketika, khalifah Umar dan Patriarch Sophorinus menginspeksi gereja tua
bernama Holy Sepulchre. Saat tiba waktu shalat, beliau ditawari
Sophronius shalat di dalam gereja itu. Umar menolak seraya berkata, “Jika saya
shalat di dalam, orang Islam sesudah saya akan menganggap ini milik mereka
hanya karena saya pernah shalat di situ.” Beliau kemudian mengambil batu dan
melemparkannya keluar gereja. Di tempat batu jatuh itulah beliau kemudian
shalat. Umar kemudian menjamin bahwa gereja itu tidak akan diambil atau dirusak
sampai kapan pun dan tetap terbuka untuk peribadatan umat Nasrani.
3. Tidak ada toleransi dalam akidah
Mengenai sistem
keyakinan dan agama yang berbeda-beda, Al-Qur’an menegaskan:
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ لَا
أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ وَلَا
أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ وَلَا
أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ وَلَا
أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ لَكُمْ
دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
[Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, Aku tidak
akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku
sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu
tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah
agamamu, dan untukku agamaku].
Latar belakang
turunnya ayat ini (asbấb an-nuzủl), ketika kaum
kafir Quraisy berusaha membujuk Rasulullah saw., "Sekiranya engkau tidak
keberatan mengikuti kami (menyembah berhala) selama setahun, kami akan
mengikuti agamamu selama setahun pula." Setelah Rasulullah SAW. membacakan
ayat ini kepada mereka maka berputus-asalah kaum kafir Quraisy, sejak itu
semakin keras sikap permusuhan mereka kepada Rasulullah SAW.. Dua kali Allah
swt. memperingatkan Rasulullah SAW. : "Aku tidak akan menyembah apa yang
kamu sembah. Dan kamu tidak menyembah Tuhan yang aku sembah." Artinya,
umat Islam sama sekali tidak boleh melakukan peribadatan yang diadakan oleh
non-muslim, dalam bentuk apapun.
Ayat ini
menegaskan, bahwa semua manusia menganut agama tunggal merupakan suatu
keniscayaan. Sebaliknya, tidak mungkin manusia meng-anut beberapa agama dalam
waktu yang sama atau mengamalkan ajaran dari berbagai agama secara simultan.
Oleh sebab itu, Al-Qu’ran menegaskan bahwa umat Islam tetap berpegang teguh
pada sistem ke-Esaan Allah secara mutlak, sedangkan orang kafir pada ajaran
ketuhanan yang ditetapkannya sendiri.
Dalam kondisi
sekarang, maka melakukan do'a bersama orang-orang non-muslim (istighasah),
menghadiri perayaan Natal, mengikuti upacara pernikahan mereka atau mengikuti
pemakaman mereka merupakan cakupan dari surah Al-Kafirun. Semua hal itu tidak
boleh diikuti umat Islam, karena berhubungan dengan akidah dan ibadah.
Orang-orang non-muslim juga tidak ada gunanya mengikuti peribadatan kaum
muslimin, karena sama sekali tidak ada nilainya dihadapan Allah SWT.
Dalam memahami
toleransi, umat Islam tidak boleh salah kaprah. Toleransi terhadap non-muslim
hanya boleh dalam aspek muamalah (perdagangan, industri, kesehatan, pendidikan,
sosial, dan lain-lain), tetapi tidak dalam hal akidah dan ibadah. Islam
mengakui adanya perbedaan, tetapi tidak boleh dipaksakan agar sama sesuatu yang
jelas-jelas berbeda.
Dalam sejarah
Islam, Nabi Muhammad SAW. merupakan teladan yang baik dalam implementasi
toleransi beragama dengan merangkul semua etnis, dan apapun warna kulit dan
kebangsaannya. Kebersamaan merupakan salah satu prinsip yang diutamakan, yang
terkait dengan karakter moderasi dalam Islam, di mana Allah swt berkeinginan
mewujudkan masyarakat Islam yang moderat, sebagaimana firman-Nya :
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ
أُمَّةً وَسَطاً لِّتَكُونُواْ شُهَدَاء عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ
عَلَيْكُمْ شَهِيداً
[Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat
Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan)
manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu].
E. PENERAPAN
TOLERANSI DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
1. Tidak memaksakan keyakinan kepada orang lain kerena
tidak dibenarkan oleh agama dan akal sehat ;
2. Sabar dalam menghadapi sikap orang-orang yang
mendustakan Islam, sebagaimana rasul terdahulu ;
3. Bersahaja dalam melaksanakan dakwah, tidak mengikuti
jalan pikiran objek dakwah ;
4. Bebas menjalin hubungan dengan non muslim selama tidak
menyangkut masalah akidah dan ibadah.
F. HIKMAH
BERTOLERANSI DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
1. Menghargai kepada sesama ciptaan Allah SWT. ;
2. Menghindari terjadinya perpecahan ;
3. Memperkokoh silaturahmi dan menerima perbedaan ;
4. Tenggang rasa dan suka menolong kepada orang lain ;
5. Menciptakan kehidupan masyarakat yang aman dan damai ;
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan apa yang sudah dijelaskan pada pembahasan,
maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan, antara lain :
1. Toleransi adalah sikap memberikan kemudahan, berlapang
dada, mendiamkan, dan menghargai ;
2. Islam merupakan agama yang menjadikan sikap toleransi
sebagai bagian yang terpenting, sikap ini lebih banyak teraplikasi dalam
wilayah interaksi sosial sebagaimana yang ditunjukkan dari sikap Rasulullah
SAW. terhadap non muslim pada zaman beliau masih hidup ;
3. Sikap toleransi dalam beragama adalah menghargai
keyakinan agama lain dengan tidak bersikap sinkretis yaitu dengan menyamakan
keyakinan agama lain dengan keyakinan Islam itu sendiri, menjalankan keyakinan
dan ibadah masing-masing ;
4. Sikap toleransi tidak dapat dipahami secara terpisah
dari bingkai syariat, sebab jika terjadi, maka akan menimbulkan kesalah pahaman
makna yang berakibat tercampurnya antara yang hak dan yang batil ;
5. Ajaran toleransi merupakan suatu yang melekat dalam
prinsip-prinsip ajaran Islam sebagaimana terdapat pada iman, islam, dam ihsan.
B. SARAN
Terapkan sikap
toleransi pada setiap diri kita agar terciptanya kerukunan dan kedamaian dalam
lingkungan kehidupan.
Bertoleransi
bukan berarti kita tidak peduli terhadap orang lain, melainkan menanamkan sikap
yang positif untuk menghargai orang lain.
Comments
Post a Comment